Panel Cleaning

Syarat-syarat Menuntut Ilmu dan Peran Pendidik

*Oleh: Muhammad Kholilur Rohman, S.S, M.Pd

Ilmu adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dengan ilmu pengetahuan, kita dapat megantarkan pada keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Namun, bagaimana cara kita memperoleh ilmu tersebut? Untuk itu, pemahaman yang lebih mendalam sangatlah diperlukan.

Di dalam kitab “Ta’lîm al-Muta’allim Tharîq at-Ta’allum” sebuah karya yang memuat berbagai petunjuk tentang proses belajar yang disusun oleh Syeikh Burhânuddîn Ibrâhim al-Zarnûji al-Hanafi, beliau menjelaskan ada 6 syarat agar mendapat ilmu yang berkah dan manfaat yang termuat di dalam nadhoman berikut:

اَلاَ لاَتَنَالُ الْعِلْمَ اِلاَّ بِسِتَّةٍ # سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ

ذُكَاءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِبَارٍوَبُلْغَةٍ # وَاِرْشَادِ اُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

artinya : Ingatlah.. kalian tidak akan mendapatkan ilmu yang manfaat kecuali dengan 6 syarat, yaitu cerdas,semangat,sabar,biaya,petunjuk ustadz dan waktu yang lama

Adapun enam syarat yang perlu dipenuhi adalah sebagai berikut:

1. ذكاء  (cerdas)

Cerdas di sini berarti memiliki kemampuan untuk menyerap ilmu. Agar mudah menyerap ilmu seorang murid dalam proses belajar harus fokus terhadap apa yang diajarkan, sehingga akalnya mampu berfikir untuk menerima dan memahami ilmu tersebut dengan baik. Pepatah orang-orang tua dulu mengatakan, akal kita ibarat sebuah pedang; semakin sering kita mengasah dan menggunakannya, semakin tajam dan bersinar pedang tersebut. Sebaliknya, jika dibiarkan, pedang akan berkarat dan tumpul. Begitu pula dengan akal kita; dengan sering berpikir dan tadabbur serta fokus dengan ilmu yang diajarkan, kemampuan kita untuk menyerap ilmu akan semakin tajam. Namun, jika dibiarkan tanpa dilatih, akal kita akan menjadi tumpul dan tidak mampu menerima ilmu apapun.

Jika murid diharuskan cerdas, maka peran guru di sini juga harus sama, guru juga dituntut untuk cerdas selain dibuktikan dengan ijazah, sertifikat pendidik, piagam penghargaan dan lain sebagainya, maka guru harus terus mengembangkan keilmuannya melalui muthola’ah, muroja’ah sebelum mengajar, melalui workshop ataupun pelatihan lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas sebagai pendidik. Karena murid yang kita ajar berbeda zamannya dengan zaman kita. Sebagaimana pesan sayyidina ‘Ali:  

عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ فَإِنّهُمْ سَيَعِيْشُ فِى زَمَانِهِمْ غَيْرَ زَمَانِكُمْ فَإِنَّهُمْ خَلَقَ لِزَمَانِهِمْ وَنَحْنُ خَلَقْنَا لِزَمَانِنَا

“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.”

2. حرص  (Semangat)

Semangat berarti berusaha dengan sungguh-sungguh, dibuktikan melalui ketekunan. Mencari ilmu, terutama ilmu agama, memerlukan dedikasi dan semangat yang tinggi; tanpa keduanya, hasil yang diperoleh akan minim. Ilmu adalah sesuatu yang sangat berharga dan tidak bisa didapatkan dengan mudah. Banyak orang berupaya untuk menuntut ilmu, namun jumlah yang berhasil mencapai tujuannya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang tidak berhasil. Mengapa demikian? Karena menuntut ilmu adalah suatu tantangan. Hal-hal yang kita hafal hari ini mungkin saja dilupakan esok hari, padahal pengetahuan yang kita pelajari kemarin sangat berkaitan dengan materi hari ini. Akibatnya, pemahaman kita yang baru bisa terganggu oleh ketidakmampuan kita untuk mengingat pelajaran sebelumnya. Maka dari itu, tanpa semangat dan ketekunan, kita akan sulit meraih apa yang seharusnya kita capai dalam perjalanan menuntut ilmu.

Peran gurupun sama, guru harus semangat dalam transfer of knowledge, menyampaikan ilmu yang dibutuhkan murid. Disamping juga semangat dalam mendidik membina serta mengarahkan murid. Tanpa ada semangat yang tinggi maka proses belajar mengajar tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.

3. اصطبار  (Sabar)

Sabar berarti ketahanan dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian dalam menuntut ilmu. Seorang pencari ilmu sejatinya sedang menempuh jalan yang lurus menuju Tuhannya. Oleh karena itu, syaitan sangat membenci orang-orang yang berusaha mencari pengetahuan. Tujuan syaitan adalah untuk mencegah orang belajar, sehingga tidak ada yang mengajarkan umat cara beribadah dengan benar atau memberikan nasihat agar mereka tidak terjerumus ke dalam maksiat. Dalam upayanya untuk menjatuhkan para pelajar, syaitan menggoda mereka dengan berbagai cara, seperti merayu dengan cinta yang tidak berbalas yang berujung patah hati hingga malas belajar, mudah putus asa ketika dihadapkan pada materi pelajaran yang sulit dan bikin pusing, dan lain-lain.oleh karena itu, sabar termasuk kunci agar mendapatkan ilmu yang berkah dan manfaat.

Jika murid butuh kesabaran dalam menuntut ilmu, maka gurupun harus bersabar dalam menyampaikan ilmu, karena tidak semua murid bisa dengan mudah menerima dan memahami ilmu yang disampaikan, dan setiap murid memiliki kemampuan dan kapasitas masing-masing dalam mencerna ilmu. Maka dibutuhkan kesabaran yang ekstra bagi setiap guru.

4. بلغة (Biaya)

Istilah “biaya” di sini menunjukkan pada kenyataan bahwa dalam proses pencarian ilmu memerlukan pengeluaran atau modal, sama halnya dengan kebutuhan dasar setiap manusia untuk hidup. Namun, biaya yang dimaksud bukan hanya uang saku, SPP sekolah dll; dalam konteks ini, ia merujuk pada sesuatu yang dapat membawa kita menuju pengetahuan, sesuai dengan makna asli dari kata “بلغ” (sampai). Saat kita mencari ilmu, kita perlu memiliki sumber daya yang mendukung, seperti buku, alat tulis, dan berbagai fasilitas lainnya. Semua elemen yang membantu dalam proses pencarian ilmu inilah yang perlu kita miliki.

5. إرشاد أستاذ (Petunjuk Guru)

Pentingnya bimbingan seorang guru dalam proses belajar ilmu agama maupun umum tidak bisa diabaikan. Seorang guru tidak hanya mengajarkan ilmu dan menjelaskan maksud di balik suatu pernyataan dalam ayat, hadis, atau kitab salaf serta materi yang lainnya, akan tetapi peran guru di sini adalah juga memberikan tarbiyah, edukasi, bimbingan serta sentuhan rohani secara langsung kepada peserta didik yang tidak bisa diberikan  oleh media seperti google maupun lainnya sehingga kehadiran seorang guru menjadi sangat vital dalam memahami  dan mendalami ilmu agama.

Oleh karena itu, menjadi seorang guru adalah tantangan yang tidak sederhana. Dibutuhkan kesiapan mental dan fisik untuk menjalani tugas mulia ini. Seorang guru tidak cukup hanya mengandalkan pengetahuan di bidang tertentu; yang lebih penting adalah memiliki semangat ke-guru-an yang mendalam. Dalam maqolah arab dikatakan:

المادة مهمة ولكن الطريقة اهم من المادة. الطريقة مهمة ولكن المدرس اهم من الطريقة. وروح المدرس اهم من المدس

“Materi Pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi metode pembelajaran jauh lebih penting daripada materi pembelajaran. Metode pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi guru jauh lebih penting daripada metode pembelajaran. Dan jiwa (ruh) seorang guru lebih penting daripada guru itu sendiri”

Ketika seorang guru mengajar dengan asal-asalan, dampaknya akan terasa pada para murid. Kualitas pembelajaran mereka sangat bergantung pada seberapa baik guru mengajar. Oleh karena itu, penting bagi para guru untuk mengembangkan semangat mengajar yang tulus, dengan selalu memikirkan keberhasilan dan kesuksesan murid-murid mereka di masa depan.

6. طول زمان  (Waktu yang Lama)

Setiap orang yang menuntut ilmu perlu memiliki target dan waktu yang cukup untuk memahami materi secara mendalam. Namun, setelah mencapai target tersebut, pencarian ilmu tidak bisa terhenti. Proses belajar memiliki berbagai jenjang, dan setiap jenjang menawarkan pemahaman yang berbeda. Misalnya, pendidikan anak usia dini (PAUD) dan taman kanak-kanak (TK) ditempuh selama dua tahun, diikuti oleh enam tahun di sekolah dasar (SD), dan enam tahun lagi di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).

Namun, setelah menyelesaikan SMA, apakah kita telah menguasai semua ilmu? Tentu saja tidak. Kita perlu melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, dari S1 hingga S3. Bahkan jika kita menyelesaikan pendidikan dalam bidang ilmu umum, kita baru saja menguasai satu jurusan tertentu, dan belum tentu memahami ilmu agama. Dengan demikian, pembelajaran tentang ilmu pengetahuan tidak akan pernah ada habisnya, meskipun kita terus mengejar hingga akhir hayat.

*Guru PAI Madrasah Aliyah NU Banat Kudus dan Pembina Ekstra Jurnalistik

Disarikan dari pengajian tematik oleh Bapak Shohibul Huda, M.Pd dan berbagai sumber.